Saturday, July 12, 2008

Manusia Biasa vs Setengah Dewa


Raja Daud adalah salah seorang yang hidupnya paling berkenan di hati Tuhan. Dia punya kualitas yang sangat baik –dalam pandangan Tuhan tentunya!- untuk memimpin bangsa Israel. Untuk semua yang dilakukannya ia selalu bertanya kepada Tuhan.

Namun, seperti juga tiap orang lain di muka bumi ini, dia pernah melakukan kesalahan yang fatal dengan berzinah dengan Batsyeba dan membunuh Uria, suamiinya. Kita tahu kisah selanjutnya. Nabi Natan datang kepadanya khusus untuk menegornya dengan kalimat yang terkenal ‘Engkaulah orang itu!’. Dan sangat menarik untuk mempelajari reaksi Daud. Demi mendengar tegoran yang keras itu, bukannya dia merasa gengsi karena kedudukannya sebagai raja terdesak atau mencari pembenaran diri sendiri dengan melemparkan kesalahan pada orang lain (mengapa Batsyeba harus mandi di sembarang tempat misalnya, atau mengapa Uria tak menemaninya saat itu, atau alasan-alasan lain yang bisa saja dikarangnya!), dia memilih untuk menerima kesalahan yang ditujukan kepadanya.

Mazmur Daud yang paling terkenal dalam Alkitab selain Tuhan adalah Gembalaku bukanlah pujian atau pembenaran tentang dirinya, melainkan mazmur tentang pengakuan dosa seperti yang dapat kita baca pada pasal 51.

Mungkin benar kata pepatah bahwa butuh seorang yang besar untuk mengakui kesalahannya dan orang yang lebih besar lagi untuk menutup mulutnya walaupun dia benar. Kita cenderung melemparkan kesalahan pada orang lain seperti Hawa ketika perbuatan kita dipertanyakan. Mungkin ini memang salah satu sifat yang diturunkan dari nenek moyang kita itu. Tapi bagaimanapun, ada baiknya kita berkaca pada Daud yang bersedia melihat ke dalam hati nuraninya ketika ia melakukan kesalahan, bukannya melemparkan kesalahan seperti Hawa. Toh kita memang hanya manusia biasa yang suatu saat bisa berbuat kesalahan. Kita belum sempurna (kecuali kita merasa ‘setengah dewa’ yang tidak pernah berbuat salah!). Mengapa takut mengakui kesalahan?

Jika kita merasa sukar untuk mengakui kesalahan, mungkin ada beberapa tips untuk dilakukan:

  • Latih kepekaan untuk mendengar suara hati nurani. Tuhan menaruh alarm bernama hati nurani dalam diri tiap orang untuk mengingatkan jika kita melakukan kesalahan. Jika tidak dilatih, lama-lama kepekaan kita akan tumpul dan suara hati itu akan berbicara lebih pelan, semakin pelan, hingga akhirnya diam.

  • Belajarlah untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah, karena hal ini sangat penting. Berulang-ulang Tuhan mengingatkan pada Musa, Harun dan seluruh bangsa Israel untuk dapat membedakan mana yang benar dan salah, mana yang baik dan jahat. Mungkin standar benar dan salah ini beda pada diri tiap orang, tapi ada hukum Allah yang mengatur semuanya. Jika dalam hukum Allah kita tak mendapati aturannya, kembalilah pada hukum hati nurani untuk membedakannya!

  • Minta Tuhan memberi kerendahan hati pada kita untuk dapat menerima kesalahan kita (kecuali Anda merasa diri ‘setengah dewa’ yang tak pernah salah!). Ingatlah bahwa awal dari kehormatan adalah kerendahan hati. Jika kita mengawali dengan kesombongan, jangan-jangan kita sedang berjalan menuju kehancuran..

  • Biar Tuhan berjaga pada hati dan mulut kita. Agar tiap kali kita mulai berkata yang melenceng dari kenyataan atau berpikir yang ‘tidak seharusnya’, Allah tidak tinggal diam, namun mengingatkan kita.

No comments: