Biasalah, sindrom ngeliat artis.. Kayaknya, tiap orang tuh selaluu aja kesengsem kalo liat artis. Biarpun misalnya Tukul yang dateng, pasti bawaannya heboh deh. Pengen salamanlah, foto bareng, minta tanda tangan dsb. Waktu aku ceritain sama seorang teman tentang ketemuan sama
Orang dunia selalu suka dengan 'seseorang'. Paling nggak mereka tertarik pada seseorang yang hebat, keren, cantik, pintar, terkenal, pokoknya punya sesuatu untuk dibanggakan. Jika kita bukan siapa-siapa, jangan harap mereka menoleh penuh kekaguman deh, atau mengangguk hormat, yang ada 'mah memandang sebelah mata..
Ternyata, hal ini memang sudah jadi bakat bawaan manusia dari jaman dulu. Kalo hukum rimba menyatakan siapa yang kuat dia yang berkuasa, maka di dunia ini judulnya siapa yang bersinar paling berkilau, dia yang paling dapet perhatian. Masalah tahun depan dia sudah tergeser mah masalah lain. Yang penting, selama dia masih bersinar, semua orang bakal sibuk memujanya..
Melihat kenyataan itu, kita suka jadi ciut dan berharap seandainya kita lebih ini dan itu supaya bisa dapet banyak perhatian dari orang lain.
Daud adalah contoh lain. Ketika semua kakaknya di'jentrek' (ini istilah orang Tegal yang artinya dibariskan atau dideret) untuk diaudisi menjadi raja, dia sama sekali tak masuk nominasi. Bahkan oleh ayahnya sendiri, dia hanya dianggap sebagai gembala domba, bukan seseorang yang patut dinominasikan menjadi raja. Tapi toh, Tuhan sendiri yang akhirnya mengangkatnya. Kita semua tahu kisah selebihnya. Banyak orang melihat bahwa Tuhan beserta dengan Daud dalam tahun-tahun kehidupan selanjutnya.
Yesus sendiri dipertanyakan. Ingat pertanyaan Natanael yang sangat terkenal itu? 'Apakah sesuatu yang baik datang dari
Kadang, kita pikir kita harus hebat, sensasional, berkelas atau seksi supaya bisa mendapat perhatian banyak orang. Kita harus lebih pintar agar dibanggakan orang tua, lebih keren supaya gampang dapet pacar, lebih kreatif supaya lebih diperhatikan boss, atau hal-hal semacam itu. Padahal nggak jarang dengan melakukannya, kita jadi kehilangan identitas pribadi kita yang sesungguhnya. Jika Alkitab mencatat banyak tokohnya bermula sebagai 'bukan siapa-siapa', saya percaya bahwa ada pesan yang hendak disampaikan pada kita sebagai umat Tuhan untuk tidak mengandalkan kelebihan kita secara lahiriah.
Jangan pernah takut menjadi kelas dua (entah apa sebutannya: pecundang?) atau menjadi 'bukan siapa-siapa' sekalipun.
Jika kita mengawali langkah kita sebagai bukan siapa siapa, tak dikenal orang, bahkan mungkin di'under estimate'kan seperti kata Tukul, berbahagialah. Siapa tahu Tuhan sedang memproses kita untuk jadi seseorang dengan caraNya yang misterius. Cari tahu apa yang Dia kehendaki dan berjalanlah bersamaNya. Jika kita nggak bisa melakukan lompatan-lompatannya, Tuhan bisa melakukan terobosan-terobosan yang sensasional dengan caraNya sendiri bagi kita.
Kekayaan, kepopuleran dan keindahan dapat berlalu seiring berjalannya waktu. Tapi hati kita dapat dibaharui di dalam Tuhan. Jika selama ini kita memberikan hidup pada apa yang hanya bersifat sementara, mungkin ini waktunya bagi kita untuk lebih merenungkan tentang arti hidup ini. Bukankah lebih baik kita mengejar apa yang tak tampak namun sifatnya kekal?